28.1.10

Mengapa Hidup Semakin Sulit ?

Minim Taubat

Hal ini berarti banyak maksiat dan dosa, otomatis dan jelas, karena jika taubat melimpah dalam jumlah besar niscaya dosa dan maksiat menurun, sebaliknya adalah sebaliknya. Jika taubat menghadirkan kelapangan dan kemudahan hidup, maka dosa dan maksiat mendatangkan kesempitan dan kesengsaraan hidup. Kesulitan dan kesusahan yang menimpa suatu masyarakat bisa hadir melalui pintu dosa-dosa. Jika kemungkaran mewabah, kemaksiatan merajalela maka Allah Ta'ala akan murka, akibatnya kesulitan dan kesempitan hidup bisa menjadi sebuah hukuman dariNya.

Perhatikan ucapan Nabi Nuh alaihis salam kepada kaumnya,
“Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan menambahkan harta dan anak-anakmu serta mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12).

Janji kemakmuran dan kemudahan hidup begitu kentara dari balik permohonan ampun kepada Allah. Pertama, hujan lebat, deras dan melimpah sehingga sungai mengalir, telaga melimpah dan bendungan penuh, semua itu multiguna bagi kemudahan hidup manusia. Kedua, tambahan harta dan anak-anak sebagai tanda kemakmuran. Ketiga, kebun sebagai penghasil bahan makanan pokok dan sungai sebagai penopang bagi kebun. Jika ketiga perkara ini terwujud pada sebuah masyarakat maka taraf kehidupan masyarakat tersebut berangsur-angsur membaik dan selanjutnya menjadi masyarakat yang makmur.

Minimnya taubat atau berkurangnya istighfar yang berarti menjamurnya dosa-dosa adalah fenomena yang merebak di sekeliling kita. Sulit mencari sisi kehidupan yang steril dari penyimpangan dan pelanggaran. Bahkan dalam beberapa kondisi pelanggaran sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi ma’ruf. Kalau sudah begini kesulitan hidup rasanya sulit untuk terangkat.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar