24.8.10

Orang-orang Munafiq


Orang-Orang Munafiq dalam Al Qur’an

Allah telah menyebut kata an nifaq dan kata jadiannya di dalam Al Qur’an sebanyak 37 kali dalam surat yang berbeda. Yaitu, di dalam surat ‘Ali Imran, Al Hasyr, At Taubah, Al Ahzab, Al Fath, Al Hadid, Al Anfal, Al Munafiqun, An Nisaa, Al Ankabut, dan At Tahrim.

Kata an nifaq serta bentuk-bentuk jadiannya diulang-ulang penyebutannya pada sebagian dari surat-surat tersebut. Hal ini menunjukkan betapa sangat berbahaya orang-orang munafiq itu terhadap mujtama’ (masyarakat) dan Ad Din (agama).

Macam-Macam Nifaq

Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, sifat nifak itu terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Nifaq I’tiqadi (nifak dalam bentuk keimanan)
Nifak jenis ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama (millah). Pelaku nifaq i’tiqadi ini ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Orang seperti ini di dalam hatinya mendustakan kitab-kitab Allah dan para malaikat-Nya, atau mendustakan salah satu asas dari asas Ahlussunnah. Dalil nifaq i’tiqadi ini adalah firman Allah Subhananu wa Ta’ala : “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah 8-10)

Kedua: Nifaq ‘Amali (nifaq dalam bentuk perbuatan)

Dalil mengenai nifaq ‘amali ini adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim: “Ada tiga tanda orang munafiq: jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia khianat.”

Berikut ini ketiga karakter orang-orang munafiq tersebut. Kemudian akan diperinci penjelasannya satu persatu:

Karakter Ke-1 : Dusta

Imam Ibnu Taimiyyah berkata: “Al Kidzb (dusta) adalah salah satu rukun (elemen) dari kekufuran.” Selanjutnya beliau menuturkan bahwa jika Allah menyebut nifak dalam Al Qur’an, maka Dia menyebutkannya bersama dusta (al kidzb). Dan apabila Allah menyebut al kidzb, maka kata nifak disebutkan bersamanya. “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”(QS. Al Baqarah : 9-10). ”Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun: 1)

Demikian juga apabila Allah menyebut tentang nifak, maka disebut pula qillatudz zikr (sedikit berdzikir kepada Allah). “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali “(QS. An Nisaa :142).

Sedangkan jika Allah meyebut tentang iman, disebut juga dzikrullah (mengingat Allah). ”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun : 9).

Di dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Tanda orang munafiq ada tida, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abu Hurairah r.a)

Dusta merupakan karakter yang secara kongkret membuktikan bahwa pelakunya telah terjangkiti “virus” nifak. Demikian pula halnya orang yang berdusta dengan cara bergurau (main-main) –meski sebagian orang telah meremehkan hal ini. Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam ahmad dalam kitab Musnad-nya dengan sanad jayid (baik), yang berbunyi:

“Celakalah bagi orang yang berbicara (bercerita) lalu berbohong agar orang-orang tertawa dengan cerita dustanya itu. Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya.”

Karakter Ke-2 : Khianat

Dalil yang mendasari karakter ini adalah sabda Rasulullah saw : “Dan apabila berjanji, dia berkhianat.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abdullah bin amr bin Al ‘ash)

Barangsiapa bersumpah kepada kaum muslimin atau kepada waliyul ‘amr (penguasa) –ataupun mengikat perjanjian dengan orang kafir dalam suatu peperangan—kemudian ia mengkhianati perjanjian yang telah ia sepakati, maka ia terhadap dirinya sendiri sebagai orang munafik, seperti yang termuat dalam Shahih Muslim, ketika Rasulullah saw melantik seseorang menjadi pemimpin dari serombongan tentara. Pada saat itu beliau berpesan:

“....Apabila kamu telah mengepung penduduk suatu kampung, lalu mereka mengharapkan agar kamu membat janji dengan Allah dan Nabi-Nya untuk mereka, maka janganlah kamu mengabulkannya. Namun, ikatlah mereka dengan janjimu dan para sahabatmu. Sebab, seandainya kamu melanggar perjanjian tersebut, maka akan lebih ringan dibandingkan pelanggaran terhadap janji Allah dan Rasul-Nya. Dan jika kamu mengepung penduduk suatu perkampungan (perbentengan), lalu memintamu untuk menurunkan kepada mereka hukum Allah, maka janganlah kamu mengabulkannya. Namun, turunkanlah kepada mereka hukummu. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah mereka mampu menerapkan hukum Allah terhadap mereka atau tidak.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab As Sair, Bab Ta’mirul ‘Umara ‘Alal Bu’uts, jilid IV, juz 12/3-38 (Syarh Nawawi).

Dengan demikian, barangsiapa memberikan janji kepada seseorang, atau kepada istrinya, anaknya, sahabatnya, atau kepada seseorang yang berwenang---kemudian dia mengkhianati janji tersebut tanpa ada sebab udzur syar’i—maka telah dianggap pada dirinya ada salah satu tanda kemunafikan.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah akan meletakkan pada pengkhianat sebuah bendera. Lalu dikatakan: ‘Ingatlah, inilah pengkhianatan si fulan’. (HR. Imam Muslim)

Termasuk ke dalam pengkhianatan adalah menyia-nyiakan amanat. Sebagaimana kita ketahui, di pundak setiap muslim bertumpuk berbagai macam amanat. Mulai dari amanat Allah dan Rasul-Nya, amanat dakwah, amanat rumah tangga, amanat profesi, sampai kepada amanat dari diri sendiri. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfaal : 27).


Karakter Ke-3 : Ingkar Janji

Rasulullah SAW bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat.” (HR. Bukhari-Muslim)

Inkgar janji adalah sifat yang dapat merusak dan memporak-porandakan seluruh rencana. Ingkar janjji juga merupakan perilaku buruk yang dapat melunturkan kepercayaan dan kesetiaan masyarakat kepada seseorang. Seperti kurang disiplin dalam menepati waktu. Bahkan, keterlambatan seakan-akan telah menjadi sesuatu yang biasa. Oleh sebab itu, barangsiapa berjanji kepadamu dengan menentukan tempat dan waktu kesepakatan, kemudian mengingkari janji tersebut tanpa ada udzur syar’i, maka di dalam jiwanya telah bercokol cabang kemunafikan.

Seorang ulama yang shaleh, jika berjanji kepada sauadara-saudaranya sesama muslim selalu mengatakan, “Insya Allah, antara saya dan kamu tidak ada mau’id (waktu perjanjian). Jika saya dapat, saya akan datang. Namun, jika tidak dapt, berarti saya udzur.” Hal demikian dilakukannya dengan tujuan agar pada dirinya tidak tertulis salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.

Dikutip dari : Hudzaifah.org


Artikel Terkait: