15.9.10

Jabat Tangan

Dalam persepsi sebagian besar umat Islam di Indonesia, silaturahim adalah berjabat tangan saat bertemu, baik dalam acara halalbihalal maupun pada acara lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa silaturahim harus direalisasikan dengan mudik ke kampung halaman untuk bertemu saudara dan handai tolan walaupun perlu menghabiskan cukup banyak biaya. Yang demikian ini hanyalah sebagian kecil dari cakupan istilah silaturahim.
Jabat tangan memang penting dan dianjurkan agama. Rasulullah SAW bersabda, "Saling berjabat tanganlah kamu sekalian, niscaya akan menghilangkan rasa dendam dalam hatimu."
Secara etimologis, silaturahim terdiri dari dua kata, yaitu shilatun 'hubungan'  dan rahimun 'rahim' (rahim wanita, kemudian digunakan untuk menunjukkan kekerabatan, seakan mereka lahir dari satu rahim. Juga rahim berarti kerabat dari turunan suami dan istri, baik dari fihak bapak maupun ibu). Dari sini para ulama menyatakan bahwa silaturahim berkonotasi berbuat baik kepada kerabat dengan ucapan atau perbuatan, seperti menziarahinya, menanyakan keadaannya, memenuhi kebutuhannya, dan berusaha untuk membantunya.
Jadi, di antara tujuan utama silaturahim adalah merealisasikan hubungan sosial yang baik, saling tolong menolong, dan mewujudkan cinta antarumat. Silaturahim ini wajib hukumnya berdasarkan ayat-ayat Alquran, seperti (QS Al-Isra: 26 dan QS Ar Ra'd: 21) dan hadis-hadis nabawi yang sahih, seperti hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda. "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya bersilaturahim."

Agama Islam diturunkan ke bumi untuk mendatangkan kemaslahatan optimal bagi  seluruh alam, termasuk di dalamnya kemaslahatan umat manusia. Tujuan disyariatkannya berbagai perintah dalam Islam adalah untuk memelihara lima hal yang dikenal dengan istilah maqashidusy asy-syariah, yaitu memelihara nasab, akal, jiwa, kehormatan, dan harta.
Oleh sebab itu, semua perbuatan yang berdampak pada upaya untuk memelihara lima hal tersebut diberi pahala yang besar, karena memang Alquran diturunkan untuk membuat manusia bahagia. Menolong orang susah, membantu anak yatim dan dhuafa, dan bersilaturahim untuk mengokohkan ukhuwah Islamiah, wathaniah, dan basariah merupakan amalan yang besar pahalanya. Tapi, sebaliknya, semua perilaku atau ucapan yang bisa merusak lima hal tersebut itu dianggap dosa besar, seperti minuman keras akan merusak akal, berzina berakibat merusak nasab dan kehormatan, dan mencuri dan korupsi dianggap mengambil harta orang tanpa hak. Seluruhnya dianggap dosa besar yang tidak bisa dilebur dosanya melalui ibadah, tapi harus dengan tobat yang sungguh-sungguh.
Silaturahim merupakan penyebab terciptanya hubungan baik antarumat manusia dan bisa menghadirkan keharmonisan antarsaudara senasib dan saudara seagama. Bila hal ini terjadi, kehidapan manusia akan aman dan sejahtera karena tidak ada orang yang berusaha untuk menyengsarakan orang lain, tidak ada penindasan, kezaliman, dan  penjajahan.
Di antara rahasia mengapa silaturahim diwajibkan adalah 1. Ia adalah sebab utama untuk mendapatkan kontak langsung dengan Allah; 2. Silaturahim adalah penyebab masuk surga; 3. Bersilaturahim adalah manifestasi dari pelaksanaan perintah Allah; 4. Ia adalah amalan yang paling utama di hadapan Allah; 5. Sebagai tanda iman kepada Allah dan hari akhir; 6. Menunaikan wasiat Nabi Muhammad SAW; 7. Sebab diluaskannya rezeki dan dipanjangkannya umur; 8. Silaturahim bisa menolak mati dalam keadaan su'ul khotimah; dan 9. Silaturahim merupakan akhlak paling mulia bagi penduduk bumi.
Siapa yang harus kita silaturahimi? Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saja yang tercakup dalam kata-kata rahim. Pertama, saudara yang diikat dengan kekerabatan yang  tidak boleh dinikahi, seperti kedua orang tua sampai ke atas, anak-anak sampai cucu terus ke bawah, saudara kandung dan anak-anak mereka, paman dan bibi dari bapak dan paman dan bibi dari ibu. Kecuali anak-anak dari paman dan bibi, semuanya tidak termasuk dalam kategori pertama ini.
Kedua, yang wajib disilaturahimi adalah kerabat yang saling mewarisi saja, sehingga tidak mencakup paman dan bibi dari bapak atau ibu. (Lihat Alqurthubi juz 16 hal 248) Pendapat ini keliru karena Rasulullah SAW pernah bersabda, "Bibi (dari Ibu) sama kedudukannya seperti ibu."
Ketiga, kata-kata rahim mencakup semua karib kerabat yang harus disilaturahimi. Pendapat ini memasukkan anak-anak paman dan bibi serta anak-anak mereka ke dalam istilah rahim yang harus kita silaturahimi.
Kekerabatan di atas adalah kekerabatan khusus yang berdasarkan pada nasab. Di sana ada kekerabatan umum, yaitu persaudaraan seagama, yaitu persaudaraan antarumat Islam. Ada pula kekerabatan yang lebih luas, yaitu persaudaraan kemanusiaan yaitu ukhuwah basariah dengan non-Muslim. Silaturahim khusus dilakukan dengan memberi nafkah pada karib kerabat, menanyakan keadaan mereka, toleran terhadap mereka, memenuhi kebutuhan mereka, atau memberi manfaat dunia dan akhirat.
Silaturahim umum dengan cara menyampaikan kasih sayang, saling menasihati, amar maruf nahi munkar, dan perbuatan baik lainnya. Adapun silaturahim kepada non-Muslim dan semua umat manusia adalah dengan cara berbuat baik kepada mereka, menolong yang lemah, dan membantu yang kesusahan.
Demikian urgennya silaturahim untuk menciptakan hubungan harmonis antarumat manusia, Allah mengancam orang-orang yang memutuskan silatuahim dengan siksaan nyata di dunia dan sisanya disimpan di akhirat. Di antara siksaan kepada orang yang memutuskan silaturahim adalah 1. Tidak akan masuk surga, sebagaimana dijelaskan hadis Rasulullah SAW, "Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahim" 2. Tidak diterima amalnya (lihat hadis riwayat Ahmad); 3. Rahmat Allah tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang ada pemutus silaturahim; 4. Pemutus silaturahim dilaknat dalam Alquran ( lih QS Muhammad: 22-23); 5. Pemutus silaturahim digolongkan dalam kaum fasik yang merugi (lih QS Al-Baqarah: 26-27); 6. Pemutus silaturahim disegerakan siksaannya di dunia dan sisanya ditimpakan di akhirat kelak. Na'udzubillah min dzalik.
Seusai ibadah maksimal di bulan Ramadhan yang menghasilkan maghfirah dari Allah, perlu kiranya kita bersihkan diri kita dari kesalahan yang terjadi antarumat, sehingga dosa yang berkaitan dengan hablu minallah dan hablu minannas terhapuskanlah sudah. Amin.  Wallahu a'lam.
Sumber: Republika (Achmad Satori Ismail)

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar