23.9.10

Menyusupkan Kegembiraan


Setelah Rasulullah memperoleh wahyu yang pertama di Gua Hira, beliau pulang dengan diliputi rasa cemas dan takut yang luar biasa, sehingga sekujur tubuhnya gemetar. "Selimutilah aku, selimutilah aku," ujar beliau kepada istrinya. Khadijah pun menyelimutinya sampai rasa cemasnya hilang. Lantas beliau berkata, "Wahai Khadijah, apa yang telah terjadi padaku?" Kemudian, beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Khadijah. "Aku sungguh takut terhadap diriku ini."
Khadijah pun menimpali, "Jangan takut! Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu untuk selamanya, karena engkau benar-benar menyambung tali silaturahim, berkata benar, gemar memikul beban kesulitan orang lain, menyediakan yang belum ada, menjamu tamu, dan membela pihak-pihak yang benar."

Narasi yang dinukil dari hadis riwayat Muslim ini, mengajarkan kepada kita perihal pentingnya tabsyir atau menyusupkan kegembiraan pada orang lain. Seperti roda, kehidupan manusia tak selalu berjalan mulus; ada pasang-surut. Ada saat takut, cemas, khawatir, dan ada pula senang, suka, dan gembira. Untuk suasana yang tidak menyenangkan, dibutuhkan sugesti atau berita gembira untuk bisa memulihkan diri.
Banyak orang yang frustrasi dan patah hati. Namun, saat mendengar sepatah kata dari seseorang yang menerbitkan optimisme, jati dirinya kembali pulih dan semangatnya pun berkobar lagi. Dalam sejumlah biografi orang besar, mereka juga sering mengalami masa-masa yang kelam. Namun, ketika berjumpa dengan seorang tokoh yang piawai meniupkan keriangan padanya, atas izin Allah, mereka kembali ke jalan yang lurus.

Memang, kegembiraan yang sejati itu muncul dari dalam diri manusia sendiri. Dan bagi seorang Muslim, tak ada alasan baginya untuk bersedih, segetir apa pun kehidupannya. Karena, dengan keislamannya itu, sesungguhnya ia sudah meraih nikmat yang teramat besar. Namun, ketika kesadaran dari dalam itu tidak muncul, maka perlu support dari luar.

Pentingnya menyusupkan kegembiran pada sesama bukan hanya dicontohkan oleh Rasulullah dalam interaksi sosialnya dengan para sahabat, namun Allah juga dalam banyak ayat-Nya kerap kali memberikan kabar gembira kepada hamba-Nya (lihat QS [2]: 25, QS [9]: 111, QS [41]: 30, dan lainnya).

Dalam hidupnya, Rasulullah tak hanya memperoleh suntikan kegembiraan-seperti tersimbul dalam cerita di atas-tapi Nabi SAW juga kerap menyelinapkan keriangan kepada para sahabatnya dan kaum Muslimin.
Misalnya, kepada orang yang rajin datang ke masjid di malam yang sunyi, Rasulullah bersabda, "Bahagiakanlah orang-orang yang pergi ke masjid di kegelapan malam dengan cahaya paripurna pada hari kiamat." (HR Baihaqi).

Ketika seseorang diterpa musibah, kesulitan, atau penyakit, ia tentu membutuhkan orang-orang yang bisa menyingkap kegetirannya dengan sesuatu yang menerbitkan kesenangan dan semangat baru. "Tidaklah seorang Mukmin ditimpa cobaan berupa sakit biasa, kesusahan, sakit berat, kesedihan dan kecemasan, melainkan Allah menghapus dosa-dosanya karenanya." (HR Muslim).

Sumber: Republika (Makmun Nawawi)



Artikel Terkait: