13.11.10

Nabi Dan Rasul.

Perbedaan Antara Nabi Dan Rasul.
Memang benar, ada perbedaan antara nabi dan rasul. Ulama mengatakan bahwa nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan suatu syari’at namun tidak diperintah untuk menyampaikannya, akan tetapi mengamalkannya sendiri tanpa ada keharusan untuk menyampaikannya. Sedangkan rasul adalah seorang yang mendapat wahyu dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan suatu syari’at dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya dan mengamalkannya. Setiap rasul mesti nabi, namun tidak setiap nabi itu rasul. Jadi para nabi itu jauh lebih banyak ketimbang para rasul.
Sebagian rasul-rasul itu dikisahkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an dan sebagian yang lain tidak dikisahkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mu’jizat melainkan dengan seizin Alloh”. (QS: Ghafir : 78)
Bertolak dari ayat ini, maka dapat disimpulkan bahwa setiap nabi yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah juga sebagai rasul.

Rasul-rasul yang ada tidak memiliki keutamaan yang sama, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Alloh berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Alloh meninggikannya beberapa derajat”. (QS: Al-Baqarah: 253) dan yang artinya: “Sungguh telah Kami utamakan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian yang lain”. (QS: Al-Isra: 55)
Kita semua wajib beriman dengan seluruh rasul itu bahwa mereka itu benar dan jujur dalam membawa risalah serta membenarkan apa yang diwahyukan kepada mereka. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Katakanlah (hai orang-orang mu’min) : “Kami beriman kepada Alloh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS: Al-Baqarah: 136)
Dan ini adalah yang diyakini oleh Rasululloh Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dan orang-orang yang beriman. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya”. (QS: Al-Baqarah: 285)
Maka kita tidak membedakan salah seorangpun dari rasul-rasul itu dalam hal mengimaninya; masing-masing benar dan dibenarkan serta risalah yang dibawa adalah haq. Akan tetapi kita boleh membedakan dalam dua hal:

Pertama: Dalam keutamaan.
Kita mengutamakan sebagian dari para rasul atas sebagian yang lain sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mengutamakan sebagian atas sebagian yang lain serta mengangkat sebagian dari mereka beberapa derajat. Akan tetapi kita tidak menyatakannya dengan nada membanggakan atau menyatakannya dengan nada membanggakan atau meremehkan yang diungguli.
Dalam hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa seorang Yahudi telah bersumpah: “Tidak ! Demi yang memilih Musa atas sekalian manusia”. Maka seorang laki-laki dari Anshar menempeleng muka laki-laki Yahudi itu ketika mendengar ucapannya seraya mengatakan: “Jangan kau katakan demikian sedangkan Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami!”. Maka si Yahudi itu datang menghadap Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, dan mengadu kepada beliau. “Aku punya dzimmah (jaminan perlindungan) dan perjanjian. Lalu apa gerangan yang membuat si fulan menempeleng mukaku ?” Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya kepada laki-laki anshar tadi: “Kenapa kamu menempeleng mukanya ?”. Maka ia pun mengutarakan permasalahannya, dan Nabi akhirnya murka sampai terlihat sesuatu di muka beliau. Beliau kemudian bersabda, “Janganlah engkau melebihkan di antara nabi-nabi Alloh!”.
Dalam hadits Shahih Al-Bukhari dan yang lain juga disebutkan riwayat dari Abu Hurairah RadhiyAllohu ‘anhu bahwa Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, yang artinya: “Tidak layak bagi seorang hamba untuk mengatakan, Aku lebih baik daripada Yunus bin Mata !”.
 
Kedua: Dalam hal ittiba’.
Kita tidak boleh mengikuti rasul kecuali yang memang diutus untuk kita, yaitu nabi Muhammad ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, karena syari’at Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam telah menasakh seluruh syari’at yang sebelumnya. Dimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Alloh turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syari’at) dan jalan yang terang (minhaj)”. (QS: Al-Maidah: 48)

Sumber : arsipmoslem.wordpress.com



Artikel Terkait: