5.2.11

Mempersiapkan Bekal Hidup Menghadapi Masa Tua.

Ketika Allah memberikan umur yang panjang kepada kita, maka kita akan menjalani hidup di masa tua. Bagi seorang muslim yang cerdas, ia akan berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi masa tua itu. Persiapan itu dilakukannya dengan mengumpulkan bekal hidup sebanyak-banyaknya, sehingga masa tua yang dijalani dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk beribadah kepada Allah.

Idealnya memang, semakin tua seseorang semakin tinggi kesadaran beragamanya dan semakin tekun ibadahnya. Karena sesungguhnya, semakin bertambah umur kita semakin dekat kita melangkah menggapai kematian yang pasti akan dilalui setiap manusia. Semoga artikel ini menjadi sebuah renungan dalam menyongsong masa tua yang tidak dapat kita hindari.


Sering kali disebut bahwa masa tua adalah masa menikmati kebahagiaan atau masa memetik hasil jerih payah yang diusahakan di masa muda. Sebab itu, kalau ada orang yang di masa tuanya tidak lagi memikul berbagai beban dan problematika hidup, sungguh itu merupakan masa tua yang membahagiakan.

Sebaliknya, jika ada orang yang sudah renta, namun harus menanggung berbagai persoalan hidup, maka sungguh itu merupakan masa tua yang tidak membahagiakan. Sebab dalam kondisi yang sudah tidak mampu berbuat banyak, dia justru dituntut harus berbuat banyak. Dalam kondisi produktivitas menurun, justru ia dituntut untuk berproduksi tinggi.

Sehubungan dengan itu, tidak ada satupun di antara manusia ini yang menginginkan masa tuanya sengsara. Misalnya saja, seseorang yang pada masa mudanya punya banyak perusahaan dan kekayaan, ia pasti menginginkan pada masa tuanya nanti perusahaan dan kekayaannya terus bertambah, sehingga ia dapat menikmatinya dengan penuh kebahagiaan. Konkritnya, pada saat seseorang tidak mampu lagi untuk berbuat banyak, maka pada saat bersamaan ia menginginkan keturunannya yang akan melanjutkan perusahaannya itu.

Demikianlah sesungguhnya gambaran akhirat. Akhirat adalah puncak segala-galanya, penentu kebahagiaan dan kesengsaraan seseorang. Ibarat masa tua, akhirat adalah masa memetik hasil, sedangkan kehidupan dunia adalah ibarat masa muda, yaitu masa bagi seseorang untuk menanam berbagai macam kebaikan dan kesempatan untuk memperbanyak amal ibadah. Justru di akhirat itulah manusia sangat membutuhkan hasil jerih payah yang dilaksanakan selama di dunia. Hasil akhirnya bukan di dunia.

Maka merupakan kewajiban setiap muslim untuk senantiasa berorientasi terhadap kehidupan akhirat, sebagaimana mereka berorientasi terhadap masa tuanya. Berbagai persiapan harus dilakukan oleh setiap muslim, mengalokasikan dana untuk mendukung pelaksanaan ibadah kepada Allah, menyumbangkan harta untuk menambah investasi akhirat dan masih banyak lagi yang harus dilakukan seorang muslim agar bisa hidup bahagia di akhirat.

Jika bayangan kebangkrutan masa tua di dunia sangat dikhawatirkan seorang muslim. Maka selayaknya kekhawatiran mereka dalam menghadapi kebangkrutan di akhirat harus lebih dahsyat lagi. Hal itulah yang terjadi pada kaum salaf, para shahabat, tabi’in, dan orang-orang shaleh. Jika Allah SWT memberikan rejeki berupa harta dan kekayaan kepada mereka, maka mereka berupaya agar harta dan kekayaan itu dapat dimanfaatkan untuk menambah investasi akhirat.

Dengan penuh keikhlasan, mereka buru-buru menginfakkan harta tersebut di jalan Allah dan jalan-jalan kebaikan. Kesadaran mereka terhadap kebutuhan akhirat sudah sedemikian besar, sehingga seluruh kemampuan mereka digunakan untuk memenuhi bekal dalam menyongsong kehidupan akhirat. Mereka telah menjual diri dan dunia mereka kepada Allah demi masa tua di akhirat, masa ketika sudah tidak ada lagi waktu untuk beramal ibadah.

Tentang hal ini, perumpamaan yang cukup indah disampaikan Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 266; “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil.

Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.”Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, bahwa menurut Ibnu Abbas r.a ayat ini menjelaskan tentang perumpamaan seseorang, yang awalnya kaya dan banyak melakukan amal kebaikan, lalu Allah SWT mengujinya dengan melalui godaan syetan, sehingga ia berbalik melakukan kemaksiatan. Akhirnya amal-amal kebaikan yang dilakukannya tersebut lenyap tenggelam.

Konkritnya, ayat di atas merupakan permisalan tentang amal seseorang, di mana orang tersebut senantiasa melakukan kebaikan-kebaikan, lalu di tengah perjalanan hidupnya dia berubah melakukan keburukan-keburukan. Akhirnya amal terakhir mengalahkan amal terdahulu yang baik. Ketika ia butuh terhadap amalnya karena merasa sulit dan sempit di akhirat, namun ia tidak memperolehnya karena pahala amalnya telah sirna.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan; “Allah SWT telah membuat perumpamaan yang sangat bagus, dan seluruh perumpamaan dari Allah adalah bagus. Beliau berkata dalam permisalan firman Allah dalam surah Al Baqarah di atas terkandung makna bahwa seseorang akan menghadapi masa tua. Pada masa tua itu seseorang sedang mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Sedangkan pada saat yang sama keturunannya masih belum bisa diandalkan untuk memperbaiki kondisi kebun itu agar lebih baik.

Demikian juga dengan orang-orang kafir pada hari kiamat, ketika mereka kembali ke hadapan Allah SWT, mereka tidak mempunyai kebaikan yang dapat diandalkan. Sebagaimana si pemilik kebun itu sudah tidak mempunyai kekuatan dan apa-apa lagi untuk mengembalikan kebunnya seperti sebelumnya. Orang kafir itu tidak punya amal kebaikan yang dapat memberikan manfaat kepada dirinya, sebagaimana si pemilik kebun tidak bisa mendapat manfaat apa-apa dari anaknya yang masih lemah. Si kafir ini terhalang dari pahala pada saat ia sangat membutuhkannya sebagaimana si pemilik kebun ini tidak bisa menikmati hasil kebun di kala dia sangat butuh terhadapnya, yakni di masa ia sudah renta, dan anak cucunya pun tak mampu berbuat apa-apa.

Semoga perumpamaan dalam surah Al Baqarah ayat 266 menjadi renungan bagi kita dalam menghadapi masa tua. Marilah kita benahi kehidupan ini dengan berbekal ibadah sebanyak-banyaknya dengan penuh keikhlasan, karena tidak satupun di antara kita yang ingin mengalami kebangkrutan pahala di akhirat, sebagaimana kita mengalami kebangkrutan di masa tua. Pahala ibadahlah yang akan menolong kita di akhirat, sehingga harus kita jaga baik-baik jangan sampai sirna. Oleh karena itu, hendaknya kita semua waspada terhadap perkara-perkara yang dapat merusak dan membatalkan amal kebaikan.

Dikutip dari pemkomedan.go.id


Artikel Terkait: