29.12.09

ANTARA KEKAYAAN DAN KEMISKINAN


Antara kekayaan dan kemiskinan

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Az-zuhruf ayat 32)

Kali ini kita berbicara tentang ketentuan kaya dan miskin menurut kacamata Islam. Termasuk diantara Sunatulloh bagi kehidupan manusia, maka diantara mereka ada yang berkecukupan rezekinya, bahkan ada yang berlimpah ruah, sehingga mereka tergolong orang berkecukupan dan kaya. Tetapi diantara mereka ada yang terbatas sekalih rezekinya, sehingga amat sedikit yang dimilikinya , sekalipun mereka tak kekurangan dari apa yang diperlukannya. Golongan ini setelah berusaha sehabis tenaganya, maka yang didapat hanya sekedar buat keperluannya saja. Berlainan dengan golongan sebelumnya , apa yang diusahakannya melebihi atau bahkan jauh dari apa yang diperlukannya. Tetapi ada golongan yang telah memiliki simpanan , namun untuk keperluannya saja belum cukup. Golongan inilah yang dikategorikan dalam Islam fakir miskin.

Demikianlah tentang banyak sedikitnya rezeki itu, atas dasar iman kita kepada Alloh, baiknya kita serahkan saja bulat-bulat kepadaNya saja tanpa omelan dan amandemen, sekalipun kita boleh saja mengoreksi pada diri kita sendiri tentang kurang dan sedikitnya rezeki yang telah kita peroleh. Namun Allah sendiri janganlah kita mengoreksiNya, apalagi akan menyalahkanNya. Dalam hal inilah kita sebagai muslim mengembalikan persoalan kita kepada peringatan Allah sebagai firmanNya diatas tadi, yang dijadikan landasan pokok pada masalah ini.

Setelah memperhatikan penjelasan diatas, nyatalah bahwa kemiskinan itu harus ada dalam hidup ini, baik hidup orang seorang atau hidup berjamaah. Menghapus dan menghidupkan yang masih ada, tiadalah mungkin. Ia akan terus ada selama masih ada dunia ini. Akan tetapi kemiskinan boleh dirubah dan ditukar, kalau orang mau merubahnya. Karena jelas banyak perorangan yang tadinya miskin , kemudian berobah menjadi kaya dan bahkan terkaya, dan banyak negara yang tadinya miskin menjadi kaya. Dalam hal ini banyak sangkut pautnya dengan pribadi atau jamaah itu sendiri. Sebaliknya bahwa kekayaan dapat juga tertukar dan berobah. Berapa banyak orang yang tadinya miskin dan terbelakang kemudian menjadi kaya raya dan maju.
Itulah ketentuan tentang rezeki, semuanya ditangan Alloh, sedang manusia hanyalah sampai sebatas ihtiar dan berusaha. Maka didalam Islam ditetapkan, bahwa mencari rezeki itu hukumnya wajib. Biarlah karena hasil kita sedikit, kita tak sampai menyimpan atau memiliki, ataukah yang kita peroleh itu masih kurang saja. Pebagian rezeki sudah ada ketentuannya dari Alloh, banyak sedikitnya sudah ditentukan, atas pertimbangan serta hikmah rahasia yang Alloh sendiri yang mengetahuinya. Dalam kesusahan dan kesempitan hidup yang begini, kalau hokum atau aturan Alloh yang ditaati dan dihargai, maka akan ada golongan lain yang akan melihat, memperhatikan dan meladeninya, ya’ni mereka yang hamba-hamba Alloh yang ditakdirkan mendapat rezeki yang memadai. Tidak sampai disitu saja, bahkan didalam harta yang nampaknya mereka sebagai pemiliknya , tetapi ada ketentuan, bahwa sebagian rezeki itu adalah haknya orang kekurangan dan miskin, baik diminta ataupun tidak.

Alloh berfirman:
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”,
(Al-ma’arij ayat 24 dan 25)

Sebab itu mengenai rezeki ini, karena bumi tempat tinggal kita ini memang sudah diisi Alloh dengan berbagai rezeki, tinggal lagi bagi kita harus berusaha sekuat tenaga mencarinya dengan mengharapkan ma’unah Alloh.

Sebagaimana Alloh berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.”
(Al-araf ayat 10)

Kalau kita berbicara lebih lanjut tentang rezeki, memang manusia memiliki sifat kecenderungan dengan harta. Dari kecenderungan itu akan bisa meningkat kepada kecintaan. Dan itulah ketentuan yang pasti dari Alloh, sebagaimana dijelaskanNya dalam surat Al-imran ayat 14 : “Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan pada apa yang diingini, ialah wanita-wanita, harta-harta, dan lainnya. Itulah kesenangan hidup didunia. Dan disini Alloh lah tempat kembali yang baik, berupa syurga”

Ketamakan manusia terhadap harta benda yang tak pernah merasa cukup dan puas dilukiskan oleh Imam Ghozali seperti seorang yang minum air laut, semakin diminum semakin haus, karena airnya asin. Malah dalam satu hadist pernah dikatakan oleh Rosululloh yang artinya: apabila diberikan kepada manusia dua lembah berisi emas, pasti akan dikehendaki lagi lembah ketiga dan keempat yang berisi emas.

Islam mengatur dan mengarahkan hidup muslim berhadapan dengan harta dan kekayaan. Seorang muslim boleh menggunakan harta yang dipunyainya untuk keperluan diri dan keluarganya, asal tidak bermewah-mewah dan berlebi-lebihan,

Alloh memberikan kepada manusia untuk keni’matan harta. Manusia boleh mempunyai rumah yang bagus dan indah dengan segala perabotnya yang serba lux, dan sebaginya. Yang perlu dijaga, adalah jangan sampai masuk dalam katagori berlebihan. Sebaliknya dilarang pula bersifat kikir, tidak mempergunakan ni’mat karunia Alloh itu. Dan larangan yang utama ialah mempergunakan harta pada sesuatu pekerjaan atau obyek yang di murkai Alloh, yang pada umumnya dapat merusak diri sendiri atau masyarakat.

Dapat disimpulkan, harta kerkayaan itu tidaklah dijadikan tujuan hidup, akan tetapi hanyalah sekedar alat penunjang, untuk menjadikan harta benda itu sebagai jembatan mencapai tujuan hidup yang penuh ni’mat dan lestari, yaitu hidup dan kehidupan diakhirat kelak.

Pustaka: Khutbah Jum’at



Artikel Terkait: