23.1.10

Karena Diampuni, Ia Bertobat


Syahdan, seseorang mendatangi majelis pengajian Rabi'ah Al-Adawiyah. Kepada salah seorang wanita sufi terbesar dalam Islam itu, ia membuat testimoni seputar kehidupannya. Ia akui betapa sudah terlalu jauh meninggalkan Allah SWT dan sudah tak terhitung lagi dosa yang dia perbuat, baik dosa-dosa kabaair (dosa-dosa besar) maupun dosa soghooir (dosa-dosa kecil). Maka, dia mencoba mengukur ragam-ragam kesalahannya.

Di ujung kelelahan pengembaraannya itu, ia merasakan bukannya kesadaran positif yang muncul, melainkan malah merasa semakin jauh dari ketidaktaatan kepada Allah SWT. Lalu, dia bertanya, apakah kalau pada akhirnya ia bertobat Allah SWT akan mengampuninya. ''Tidak!'' jawab Rabi'ah. Ia tercekat. Serasa palu godam menerjang dadanya. ''Tetapi, apabila Dia mengampunimu, engkau akan bertobat,'' ujar Rabi'ah.

Jawaban Rabi'ah ini sungguh membuat nurani siapa saja akan bergetar. Jawaban itu merombak seluruh sendi kesadaran kita tentang pertobatan dan pengampunan. Selama ini, kita selalu menutup pintu bagi pemaknaan tunggal atas pertobatan dan pengampunan. Biasanya, kita beranggapan bahwa kalau kita bertobat atas dosa-dosa, lalu Allah SWT akan serta-merta mengampuni kita.

Padahal, menurut perspektif Rabi'ah, seseorang memerlukan kualifikasi tertentu untuk bisa melakukan pertobatan sehingga memperoleh pengampunan. Dalam pandangan Rabi'ah, pertobatan datang setelah turunnya pengampunan dan bukan sebaliknya. Jadi, kalau Allah SWT telah mengampuni kita, demikian konstatasi Rabi'ah, kita akan dianugerahkan kesempatan untuk menyampaikan pengakuan akan dosa dalam bentuk pertobatan.

Maknanya pula, pertobatan yang tulus baru akan muncul setelah kita mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Karena itu pulalah, dunia eskatologi Islam nyaris pada satu kata tentang maqam tobat. Tobat berada pada maqam paling awal bagi mereka yang ingin pulang kembali kepada Tuhannya. Kalau maqam ini didapat, seseorang bertobat bukan lagi atas dosa yang dilakukan, melainkan atas kelalaian dan kealpaan yang membuat pengabdiannya kepada Allah SWT terganggu.

InnalLaaha yuhibbut tawwaabinna wa yuhibul mutathohhirin. ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.'' (QS al-Baqarah [2]:222].

Republika



Artikel Terkait: