10.8.11

Dzikir dan Doa.


Membaca Dzikir dan Doa di Dalam Kamar Kecil

Aktifitas di kamar kecil berupa buang air besar atau kecil tentunya sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan kita. Bahkan dalam sehari bisa lebih dari tiga kali. Dan terkadang, selain dua akitifitas di atas, kita juga melaksanakan bersuci di dalamnya, seperti mandi atau berwudlu. Saat sesudah menjalankan kegiatan bersuci kita juga mengetahui ada dzikir atau doa yang disunnahkan untuk dibaca.

Atau boleh jadi saat kita berada di kamar kecil HP kita berdering dan di seberang sana seseorang mengucapkan salam. Yang pada dasarnya  menjawab salam adalah suatu kewajiban. Atau mungkin juga di kamar kecil terdapat cermin yang kita mengaca padanya, dan saat itu teringat untuk berdzikir membaca doa bercermin. Maka bolehkah kita membaca dzikir atau doa-doa tersebut di dalam kamar kecil?

Pendapat yang paling rajih (kuat) di kalangan ulama, hendaknya seseorang tidak berdzikir dengan lisannya saat di kamar kecil/kakus/WC, baik berupa membaca Al-Qur'an, menjawab salam, berdoa, atau yang lainnya.



Pendapat yang paling rajih (kuat) di kalangan ulama, hendaknya seseorang tidak berdzikir dengan lisannya saat di kamar kecil/kakus/WC, baik berupa membaca Al-Qur'an, menjawab salam, berdoa, atau yang lainnya. Semua itu dilakukan untuk mengagungkan nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kalimat thayyibah yang dibacanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 32)        

Sedangkan dzikir dengan hati tidaklah dilarang. Imam al-Dasuqi al-Maliki rahimahullah dalam Hasyiyah al-Dasuqi 'ala al-Syarh al-Kabir mengatakan: (Perkataan beliau: Dan dimakruhkan baginya berdzikir dengan lisan) maksudnya di dalam kamar kecil sebelum keluarnya hadats (kotoran), saat keluarnya, atau sesudah keluarnya hadats. Begitu juga dimakruhkan berdizkir dan membaca Al-Qur'an di jalan-jalan dan tempat-tempat yang kotor." Kemudian beliau menambahkan, dengan  keterangan beliau yang yang mengikat larangan dzikir hanya dengan lisan di dalam kamar kecil menunjukkan bahwa dzikir dengan hati itu dibolehkan, bahkan menurut ijma' hal ini tidak dimakruhkan.

Sementara terhadap Al-Qur'an, larangan membacanya di dalam kamar kecil lebih kuat. Imam al-Dardiri dalam al-Syarh al-Kabir (1/107) mengatakan, ". . . Dan dimakruhkan baginya berdzikir dengan lisan sebagaimana (dimakruhkan) masuk ke dalamnya dengan membawa kertas, dirham, atau cincin yang di dalamnya terapat nama Allah yang tidak tertutup atau tidak takut hilang, jika takut hilang maka dibolehkan. Dan wajib (menjauhkan dari kamar kecil) terhadap Al-Qur'an, maka diharamkan membacanya di dalam kamar kecil secara mutlak, saat sebelum keluarnya kotoran, saat keluar atau sesudah keluarnya." (Dari Maktabah Syamilah)

Dan sepantasnya bacaan-bacaan yang berisi nama Allah tidak dilisankan di tempat-tempat yang kotor dan hina tersebut. Dan selayaknya tidak perlu diperselisihkan anjuran untuk meninggalkan dzikrullah dan tilawah Al-Qur'an di kamar kecil yang tanpa suatu keperluan yang sangat penting dan mendesak. Hal ini juga berlaku terhadap segala benda yang terdapat nama Allah di dalamnya, kecuali kalau kondisi mendesak seperti sangat khawatir akan hilang.

. . . siapa yang berada di kamar kecil sebaiknya tidak membaca dzikir, doa, apalagi Al-Qur'an. Dan tidak apa-apa kalau dia berdzikir dengan hatinya.

Berkaitan dengan istighfar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam "Ghufranaka" saat keluar dari kamar kecil mengandung beberapa makna: Pertama, karena beliau tidak berdzikir kepada Allah sewaktu buang air. Padahal beliau senantiasa berdzikir kepada Allah setiap saatnya. Beliau menganggap bahwa meninggalkan dzikir pada waktu itu adalah kesalahan dan merasa berdosa, karenanya beliau bersegera istighfar.

Kedua, maknanya adalah beliau bertaubat dari kelemahannya dalam menyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Allah telah memberinya makan, lalu memudahkan beliau mencernanya, lalu memudahkan kotoran keluar darinya. Karenanya beliau merasa syukur beliau masih sangat sedikit dibandingkan nikmat ini, makanya beliau segera beristighfar.

Kemudian Imam al Shan'ani rahimahullah dalam Subul al-Salam Syarah atas Bulughul Maram menyimpulkan, boleh jadi istighfarnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena kedua-duanya dan boleh jadi juga karena sebab yang lain. Dan juga terdapat pendapat, walau beliau meninggalkan dzikir dengan lisannya saat buang air besar, beliau tetap tidak meninggalkan dzikir dengan hatinya.

Karenanya, siapa yang berada di kamar kecil sebaiknya tidak membaca dzikir, doa, apalagi Al-Qur'an. Dan tidak apa-apa kalau dia berdzikir dengan hatinya.




Artikel Terkait: