13.7.10

Ikhlas

Sifat Ikhlas.

Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Rabb Kami dan Rabb Kamu;bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskankan hati,"(QS. 2:139)

Ikhlas, adalah fondamen dasar bagi setiap muslim yang beriman dalam melakukan setiap aktifitas dalam kehidupan ini, ikhlas dimanifestasikan dalam niat dalam hati, bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan tujuan nya tidak lain hanya untuk mencari ridha Allah, suatu pekerjaan dilakukan karena lillaahi ta`ala, hanya bagi Allah semata. Sesuai dengan bunyi hadis " Bahwa sesungguhnya setiap amal/pekerjaan harus dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang mendapatkan apa yang telah diniatkan". Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.

Ikhlas adalah melaksanakan pekerjaan atau ibadah semata-mata mencari ridho Allah SWT. Karena itu dalam ajaran Islam sebelum melakukan pekerjaan diharuskan terlebih dahulu memasang niat didalam hati, yaitu melakukan perbuatan atau ibadah tersebut dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Sebagaimana peristiwa Ali bin Abi Thalib, Dalam suatu peperangan berhadap hadapan satu lawan satu antara kaum muslim dengan kaum kafir Qurais, dari pasukan kaum muslim majulah Ali bin Abi Thalib ketengah arena/lapangan menentang seorang jago dari pihak kaum kafir Qurais, keduanya merupakan jago yang diandalkan kedua belah kubu, dengan kehebatan dan menegeluarkan keahlian masing-masing pertarungan berjalan sangat seimbang, dan penuh ketangkasan, sambil penonton kedua pihak memberi supor dan semangat untuk masing-masing jagonya. Pada suatu kesempatan Ali dapat menjatuhkan lawannya, disaat Ali akan menebas leher lawan yang terjatuh itu, dikala pedang Ali sudah menempel keleher musuhnya, disaat genting itu pula lawannya meludahi wajah Ali, Ali sangat marah , mukanya telihat merah, Ali marah sekali, tetapi disaat itu pula Ali menarik pedangnya dan menyarungkan nya kembali, dia tidak jadi membunuh lawannya. Para sahabat kaget, bertanya " Wahai Ali kenapa engkau tidak jadi membunuh lawanmu", dengan tenang Ali menjawab, "Semula aku akan membunuhnya karena ingin mencari ridha Allah, melaksanakan perintah Allah, tetapi disaat dia sempat meludahi wajahku, aku sangat marah dan malu sekali, namun disaat menahan kemarahan itu aku ingat kalau aku teruskan membunuhnya, aku membunuhnya tidak lagi krena perintah Allah tetapi membunuhnya karena kemarahan dan kebencian,serta didorong melepaskan rasa malu, takut saya pekerjaanku tidak diterima disisi Allah, karena itu aku tarik lagi pedangku dari lehernya" jawab Ali bin Abi Thalib

Berbeda dengan teori management barat (POAC)yang diagung agungkan oleh para sarjana,dimana dinyatakan bahwa yang utama sekali dalam melakukan suatu pekerjaan adalah planning (perencanaan),sedangkan orientasi pada Tuhan waktu memulai pekerjaan tidak ada samasekali. Dalam ajaran Islam setiap akan melakukan aktifitas terlebih dahulu dan diutamakan sekali adalah memasang niat dalam hati bahwa pekerjaan yang akan dilakukan itu merupakan manifestasi ibadah yang diperintahkan Alla SWT, setiap pekerjaan itu dilaksankan dalam rangka mencari ridho Allah. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT.Konsentrasi teori Barat bagaimana dapat keuntungan sebesar-besarnya.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti contoh yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib diatas. Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapkan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

 Sumber: depag.go.id  (Drs. Farid N. Arief)



Artikel Terkait: